C&R TV, Seoul – Musim terakhir Squid Game resmi tayang dan membawa dampak emosional luar biasa bagi jutaan penggemarnya di seluruh dunia, terutama di Korea Selatan. Parade boneka pembunuh raksasa dan para penjaga berseragam merah di pusat Kota Seoul menandai perayaan pamungkas serial yang sejak 2021 telah menjadi simbol perlawanan terhadap realitas sosial yang keras.
Namun, di balik perayaan itu, warga Korea Selatan justru kembali dihadapkan pada refleksi menyakitkan. Kisah perjuangan karakter-karakter dalam Squid Game, yang berjuang melawan kemiskinan dan sistem yang kejam lewat permainan maut, ternyata mencerminkan kenyataan mereka sendiri.
“Fiksi yang Lebih Nyata dari Realita”
Serial ini bukan sekadar tontonan bagi penonton Korea. Latar cerita—mulai dari pekerja pabrik yang di-PHK, pengangguran muda, hingga tekanan pendidikan ekstrem—adalah potret sehari-hari masyarakat di Negeri Ginseng.
Salah satu tokoh utamanya, Seong Gi-hun, terinspirasi dari kisah nyata pemogokan buruh SsangYong Motor tahun 2009. Keputusan kreator Hwang Dong-hyuk untuk memasukkan elemen-elemen tersebut membuat Squid Game terasa sangat membumi.
“Drama ini mungkin fiktif, tetapi terasa lebih realistis daripada kenyataan itu sendiri,” tulis Jeong Cheol Sang, penggemar film dan blogger asal Seoul.