C&R TV, Jakarta – Di tengah derasnya arus konten digital yang dangkal dan adiktif, istilah “brain rot” makin sering mencuat sebagai ancaman baru yang membahayakan kualitas berpikir dan produktivitas masyarakat. Fenomena ini tak pandang usia, profesi, atau status sosial, membuat semua kalangan rentan terpapar.
Sebanyak 88 persen dari 17 pakar lintas disiplin yang diwawancarai oleh Tim Jurnalisme Data menyebut brain rot sebagai ancaman serius yang berpotensi menurunkan kualitas generasi mendatang. Mereka mendesak agar pemerintah segera bertindak dengan regulasi tegas yang bisa melindungi anak-anak dan remaja dari dampak buruk konten digital.
Langkah-langkah konkret sebenarnya telah diterapkan di beberapa negara. Korea Selatan memberlakukan shutdown policy untuk membatasi anak-anak bermain gim daring di malam hari. Di China, anak di bawah 18 tahun hanya diperbolehkan bermain gim selama satu jam pada hari-hari tertentu. Sementara di India, otoritas permainan daring sudah mewajibkan verifikasi usia dan melarang gim berbasis uang bagi anak di bawah 18 tahun.
Beberapa negara bahkan melarang penggunaan ponsel di sekolah, seperti Perancis, Denmark, dan Malaysia. Adapun Uni Eropa mewajibkan platform digital untuk membuka algoritma rekomendasi mereka melalui Digital Services Act sebagai bentuk perlindungan terhadap pengguna, khususnya anak muda.