C&R TV, Jakarta – Persaingan merek lokal dan internasional untuk menjadi penyedia resmi apparel Timnas Indonesia makin memanas. Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, mengungkap bahwa proses tender sudah menarik minat brand besar dunia seperti Adidas, Puma, Kelme, dan Warrix. Di sisi lain, merek lokal seperti Erspo, Masagi, dan Riors juga tak mau kalah bersaing.
Seleksi lanjutan dijadwalkan pada 21 Juli mendatang, di mana setiap brand akan mempresentasikan keunggulan masing-masing. Pengumuman pemenang dijadwalkan paling lambat 18 Agustus 2025. Namun, di balik nama-nama besar tersebut, muncul pertanyaan penting: apakah Timnas Indonesia lebih cocok menggandeng brand lokal atau internasional?
Apparel Lokal: Terjangkau dan Punya Sentuhan Khas
Brand lokal memiliki beberapa nilai tambah yang tak bisa diabaikan. Menurut Angga Wirastomo, pendiri Equinoc dan Asosiasi Perlengkapan dan Peralatan Olahraga Indonesia, keunggulan utama apparel lokal adalah harga. Jersey timnas dari merek lokal bisa dibanderol mulai dari Rp100 ribu untuk versi standar hingga sekitar Rp1 juta untuk edisi premium.
Harga yang lebih bersahabat membuat produk resmi lebih mudah diakses oleh masyarakat luas. Selain itu, merek lokal biasanya menganggap jersey timnas sebagai produk unggulan. Artinya, mereka akan total dalam desain dan teknologi material demi menyaingi kualitas brand global.
Namun, ada kekurangan utama yang perlu diperhatikan, yakni soal distribusi. Brand lokal masih kalah dalam jaringan ritel dibanding merek besar dunia. Tidak semua apparel lokal mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia secara merata. Tapi jika timnas mencetak prestasi internasional, nilai merek lokal bisa terdongkrak signifikan—baik secara bisnis maupun reputasi.
Apparel Internasional: Kualitas Dunia, Tapi Harga Tinggi
Di sisi lain, merek internasional menawarkan jaminan kualitas setara klub dan tim elite dunia. Nike, Adidas, dan Puma sudah teruji di panggung global, dan pengalaman mereka jadi modal kuat jika dipercaya mendukung Timnas Indonesia.
Salah satu contohnya adalah jersey Timnas Indonesia pada Piala Asia 2007 yang dibuat Nike. Kualitasnya disebut setara dengan jersey milik Brasil dan Belanda saat itu. Selain itu, keberadaan brand global memberi legitimasi visual bahwa Indonesia berada dalam lingkaran elite sepak bola dunia.
Namun, tantangan terbesarnya adalah harga. Jersey replika resmi dari brand global rata-rata di atas Rp1 juta. Bahkan edisi “player issue” bisa menembus Rp2 juta—harga yang tidak ramah di kantong mayoritas pendukung timnas.
Isu lain adalah soal desain. Brand global cenderung menggunakan template yang dipakai banyak negara dengan penyesuaian minor. Akibatnya, jersey timnas terasa kurang eksklusif. Sebagai contoh, Timnas Filipina di Piala Dunia Wanita 2023 hanya memakai desain template Adidas lama yang disesuaikan sedikit pada warna dan logo.
Distribusi juga bisa jadi masalah. Tidak semua apparel internasional menyediakan lini produk lengkap seperti jaket, training kit, atau merchandise lain dengan akses luas ke publik Indonesia. Ini bisa menjadi kendala bagi fans yang ingin lebih dekat secara visual dan emosional dengan timnas.