C&R TV, Jakarta – Film Sore: Istri dari Masa Depan sukses menyedot perhatian dengan konsep waktu sebagai karakter utama ketiga. Tak sekadar kisah cinta, film ini memadukan drama dan filosofi yang menyentuh.
Cerita yang ditulis dan disutradarai Yandy Laurens ini bukan hanya tentang Jonathan dan Sore. Di balik plot, Waktu justru hadir sebagai sosok tak terlihat yang memegang kendali segalanya.
Waktu yang Tak Lagi Diam, Tapi Hidup
Dikisahkan Jonathan, seorang fotografer, hidup dengan gaya sembrono dan abai terhadap kesehatan. Lalu muncullah Sore, perempuan dari masa depan yang mengaku sebagai istrinya.
Sore berjuang memperbaiki hidup Jonathan agar masa depan mereka tak hancur. Namun lebih dari itu, film ini menyisipkan peran tak terduga: Waktu sebagai kekuatan aktif dalam cerita.
Waktu dalam film ini bukan hanya alat penggerak plot atau latar adegan. Ia dipersonifikasikan layaknya karakter yang punya niat, rasa, bahkan kasih.
Waktu hadir sebagai saksi diam dari cinta, luka, dan kesempatan kedua. Penonton diajak memahami waktu sebagai entitas hidup, bukan sekadar angka di jam tangan.
Pengamat Film Sebut Waktu Aktor Ketiga
Pengamat film Ekky Imanjaya memberi sorotan khusus pada konsep waktu dalam film Sore. Ia menyebut waktu bukan hanya simbol, melainkan “aktor ketiga” yang membentuk jalan cerita.
Ekky, dosen film dari Binus University, menekankan bahwa film ini mengajak penonton berdialog. Bukan hanya menyaksikan, tapi meresapi bagaimana waktu bekerja dalam kehidupan tokohnya.
Menurut Ekky, kehadiran waktu menyusup secara filosofis. Ia menjadi bagian dari emosi karakter, memengaruhi keputusan, dan bahkan membentuk trauma serta harapan.
Konsep ini dianggap jarang diangkat dalam film Indonesia. Maka tak heran jika Sore mendapat respons positif dan telah menembus 1,7 juta penonton hanya dalam 14 hari penayangan.
Lebih dari Sekadar Kisah Cinta
Film ini membahas lebih dari cinta antar dua manusia. Ia masuk ke ranah trauma masa lalu, pilihan yang berulang, dan luka yang belum sembuh.
Waktu dalam film ini menyuarakan bahwa setiap keputusan bisa mengulang sejarah atau justru membuka harapan baru. Dan cinta, bisa melawan batas waktu dan logika.
Sore bukan istri biasa. Ia mewakili harapan, keteguhan, dan kasih yang dibentuk oleh masa depan. Sedangkan Jonathan mencerminkan manusia yang sedang tersesat dan butuh panduan.
Lewat narasi dan sinematografi yang tenang namun intens, film ini menempatkan Waktu sebagai tokoh kunci yang membawa makna baru tentang perjalanan dan perbaikan diri.
Jonathan, Sore, dan Waktu menjadi trio emosional yang membawa penonton merenungi hidup. Film ini bukan hanya tontonan, tapi ajakan untuk berdamai dengan luka dan percaya pada harapan. Mungkinkah waktu benar-benar memberi kita kesempatan kedua?