Generasi Z Gila Kerja? Budaya Hustle Bisa Bikin Sukses Sekaligus Burnout!

Ilustrasi Anak Muda Bekerja Nonstop Dengan Ekspresi Lelah Akibat Budaya Hustle

C&R TV, Jakarta – Semangat kerja keras di kalangan Generasi Z tengah naik daun. Budaya hustle dianggap sebagai jalan cepat menuju sukses sejak muda. Tapi di balik ambisi tinggi itu, ancaman burnout mengintai diam-diam.

Generasi Z dikenal sebagai generasi yang multitasking, adaptif, dan melek teknologi. Mereka dibesarkan di era digital yang serba cepat, membuat mereka haus pencapaian dan ingin serba instan. Tak heran jika hustle culture—budaya kerja keras tanpa henti—jadi gaya hidup banyak anak muda saat ini.

Bacaan Lainnya

Sayangnya, produktivitas yang berlebihan juga membawa konsekuensi. Banyak anak muda merasa bersalah saat tidak melakukan apa pun, seolah waktu luang adalah kegagalan. Dinda (22), mahasiswa yang juga menjalankan online shop dan magang di startup, mengaku, “Rasanya kalau sehari aja nggak ngapa-ngapain, langsung ngerasa bersalah. Padahal kadang badan udah capek banget.”

Fenomena ini diperparah oleh media sosial yang memajang rutinitas orang-orang sibuk dan ‘berhasil’—meeting non-stop, kerja sambil ngopi, penghasilan besar sebelum usia 25. Tanpa sadar, standar ini mendorong tekanan sosial luar biasa: harus selalu sibuk untuk merasa berharga.

Burnout yang Menggerogoti Diam-Diam

Menurut Psikolog Klinis dr. Intan Rahmawati, M.Psi., hustle bisa memacu semangat, tapi berbahaya bila tak punya batas. “Kita hidup di zaman yang menuntut produktivitas tinggi. Tapi kalau terus merasa harus aktif tanpa jeda, itu bisa jadi stres kronis dan kelelahan mental. Inilah yang disebut burnout,” jelasnya.

Burnout bukan sekadar lelah fisik. Gejala utamanya justru muncul secara emosional: rasa kosong, kehilangan motivasi, hingga merasa hidup kehilangan arah. Ironisnya, ini sering menimpa mereka yang terlihat paling sibuk dan sukses di mata luar.

Mulai Muncul Gerakan ‘Melambat’

Namun, kini mulai tumbuh kesadaran baru. Gerakan seperti “slow living” dan “quiet quitting” makin ramai dibicarakan. Mereka menyerukan hidup lebih seimbang, memprioritaskan kesehatan mental, dan berhenti mengukur diri dari seberapa padat jadwal harian.

Raka (25), seorang karyawan swasta yang pernah mengalami burnout, memilih belajar dari pengalaman. “Sekarang aku belajar untuk bilang ‘cukup’. Aku tetap punya ambisi, tapi juga mulai menetapkan batasan. Waktu istirahat itu bukan kemunduran, tapi kebutuhan,” tuturnya.

Budaya hustle bukan sepenuhnya buruk. Ia bisa jadi semangat hidup yang membentuk karakter pekerja keras. Tapi bila dijalani tanpa sadar, ia berubah menjadi jebakan tak kasatmata—yang mengikis perlahan dari dalam.

Yuk, update terus kabar viral dan breaking news bareng Cek&Ricek TV! Langsung subscribe channel YouTube kami di: https://www.youtube.com/@ceknricektv. Jangan lupa aktifkan lonceng notifikasinya biar nggak ketinggalan video terbaru!

Jangan Lewatkan

Apa Pendapatmu?