C&R TV, Jakarta – Musisi sekaligus Ketua Departemen Hukum PAPPRI, Marcell Siahaan, menyuarakan keresahan para pelaku seni yang bisa dikriminalisasi meski telah membayar royalti resmi. Hal ini ia sampaikan dalam sidang uji materi UU Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi, Kamis (10/7/2025).
Sidang ini merupakan tindak lanjut permohonan uji materi yang diajukan Ariel “NOAH” bersama 28 musisi lain terhadap UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Menurut mereka, aturan tersebut menyimpan potensi ketidakadilan bagi pelaku pertunjukan musik.
Pasal Multitafsir Dinilai Rugikan Musisi
Marcell menyebutkan ada kegagalan penerapan norma hukum dalam UU tersebut, terutama soal pasal-pasal yang multitafsir terkait pertunjukan dan pembayaran royalti. Ia menyatakan bahwa pasal-pasal itu tidak memenuhi prinsip kepastian, kemanfaatan, dan keadilan hukum.
“Kami juga perlu menegaskan bahwa saat ini telah terjadi kegagalan dalam penerapan norma hukum hak cipta, khususnya terhadap pelaku pertunjukan akibat keberadaan sejumlah ketentuan yang multitafsir dan diterapkan secara represif,” ujar Marcell di ruang sidang MK.
Ia memperingatkan bahwa bahkan jika royalti telah dibayar lewat mekanisme resmi, para musisi masih terancam tuntutan hukum. Ketentuan ini menurutnya membuka ruang kriminalisasi yang berbahaya bagi dunia pertunjukan musik.
LMK Melemah, Tanggung Jawab Kabur
Lebih lanjut, Marcell menyatakan bahwa kekaburan tanggung jawab hukum antara pelaku pertunjukan dan penyelenggara acara menjadi masalah serius. Musisi bisa diseret ke ranah pidana meski yang seharusnya bertanggung jawab adalah pihak penyelenggara.