C&R TV, Jakarta – Kasus hukum yang menjerat artis kontroversial Nikita Mirzani terus bergulir. Dalam sidang perdana yang digelar baru-baru ini, Nikita hadir sebagai terdakwa atas dugaan tindak pidana pemerasan dan pencucian uang (TPPU) terhadap Reza Gladys. Kehadirannya mendapat perhatian luas, termasuk dari kalangan praktisi hukum yang mulai angkat bicara.
Seorang pakar hukum menanggapi jalannya sidang dakwaan tersebut. Ia menjelaskan bahwa agenda utama sidang hari itu adalah pembacaan dakwaan oleh jaksa penuntut umum. Menurutnya, dakwaan yang ditujukan kepada Nikita kemungkinan besar akan dibantah oleh tim kuasa hukumnya yang dipimpin oleh Dr. Fahmi. “Saya yakin dakwaan dari jaksa akan dibantah. Apalagi kuasa hukumnya cukup solid,” ujarnya.
Dakwaan terhadap Nikita Mirzani mencakup pasal 369 KUHP tentang pemerasan, yang awalnya dirujuk dari pasal 368. Namun, pakar hukum tersebut menilai bahwa unsur-unsur pemerasan dan kekerasan dalam kasus ini masih patut dipertanyakan. Ia menyebutkan bahwa percakapan yang menjadi dasar dakwaan justru menunjukkan adanya kesepakatan kedua belah pihak, bukan paksaan. “Kalau dasarnya kesepakatan, maka ini masuk ranah perdata, bukan pidana,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia juga mempertanyakan dasar pelibatan pasal TPPU dalam perkara ini. Ia menjelaskan bahwa tindak pidana pencucian uang mensyaratkan adanya “predikat crime” atau kejahatan asal sebagai sumber uang haram yang dicuci. “Kalau predikat crime-nya saja belum ada, apa yang mau dicuci? Uangnya dari mana? Unsur TPPU jelas tidak masuk,” tambahnya.
Menurutnya, dalam konteks hukum, unsur TPPU harus memenuhi syarat bahwa uang yang disamarkan berasal dari tindak kejahatan, misalnya korupsi atau penipuan besar. Jika tidak ada kejahatan asal, maka penerapan pasal TPPU menjadi tidak relevan.