Serangan Udara Israel di Gaza Utara Tewaskan Setidaknya 88 Orang, Termasuk Wanita dan Anak-Anak

Seorang gadis Palestina memeriksa puing-puing sebuah bangunan setelah serangan Israel di Beit Lahia, di Jalur Gaza utara, di tengah perang yang sedang berlangsung di wilayah Palestina antara Israel dan Hamas. (AFP)
Seorang gadis Palestina memeriksa puing-puing sebuah bangunan setelah serangan Israel di Beit Lahia, di Jalur Gaza utara, di tengah perang yang sedang berlangsung di wilayah Palestina antara Israel dan Hamas. (AFP)

Deir Al-Balah, Jalur Gaza – Dua serangan udara Israel di wilayah Gaza utara pada Selasa menewaskan sedikitnya 88 orang, termasuk puluhan wanita dan anak-anak, menurut pejabat kesehatan setempat.

Serangan ini memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza yang telah menghadapi kondisi krisis selama berbulan-bulan akibat konflik yang semakin intensif. Serangan pertama terjadi di Beit Lahiya, yang mengakibatkan lebih dari 70 orang tewas dan 23 lainnya dilaporkan hilang.

Bacaan Lainnya

Di antara korban tewas, terdapat seorang ibu dan lima anaknya, beberapa di antaranya adalah orang dewasa, serta seorang ibu lainnya bersama enam anaknya. Beberapa jam kemudian, serangan kedua menghantam lokasi yang sama, menyebabkan setidaknya 18 korban jiwa tambahan.

Direktur Rumah Sakit Kamal Adwan, Dr. Hossam Abu Safiya, mengungkapkan bahwa rumah sakitnya kewalahan menangani gelombang korban yang mengalami luka berat, termasuk banyak di antaranya membutuhkan operasi mendesak.

“Situasinya benar-benar bencana dalam setiap arti kata,” ujar Dr. Safiya. “Sistem perawatan kesehatan di sini telah runtuh dan memerlukan intervensi internasional yang mendesak.” Israel melakukan penggerebekan di rumah sakit tersebut selama akhir pekan, dengan menahan puluhan tenaga medis yang mereka klaim adalah anggota Hamas.

Akibatnya, rumah sakit kini hanya memiliki satu dokter yang tersisa, yakni seorang dokter spesialis anak. Pemerintah Israel menyatakan bahwa mereka sedang menyelidiki serangan pertama di Beit Lahiya, namun belum memberikan komentar mengenai serangan kedua.

Peningkatan konflik ini sejalan dengan operasi darat besar-besaran yang sedang dilakukan Israel di Gaza utara, dengan alasan untuk “membersihkan” militan Hamas yang diyakini tengah berkumpul kembali setelah lebih dari satu tahun konflik berkepanjangan.

Serangan Israel dalam beberapa bulan terakhir telah menghantam banyak tempat perlindungan pengungsi, menyebabkan ratusan ribu warga Gaza kehilangan tempat tinggal.

Seiring meningkatnya kekhawatiran internasional terkait minimnya bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza, Dewan Legislatif Israel pada hari Senin mengesahkan dua undang-undang baru yang memutuskan hubungan dengan Badan PBB untuk Bantuan Pengungsi Palestina (UNRWA), yang selama ini mendistribusikan makanan, air, dan obat-obatan.

Pemutusan hubungan ini juga melarang badan tersebut beroperasi di wilayah Israel, sehingga tidak jelas bagaimana UNRWA dapat melanjutkan distribusi bantuannya di Gaza maupun Tepi Barat. Juru bicara UNRWA, John Fowler, menyatakan keprihatinannya terhadap situasi kemanusiaan di Gaza yang semakin memburuk. “Jika operasi kemanusiaan di Gaza dihentikan, itu adalah bencana di tengah serangkaian bencana yang sudah ada, dan tak terbayangkan,” kata Fowler.

Ia menambahkan bahwa badan-badan PBB lainnya juga bergantung pada logistik dan ribuan pekerja UNRWA untuk distribusi bantuan. Sementara itu, ketegangan di kawasan meluas dengan adanya serangan roket yang dilancarkan kelompok militan Hezbollah dari Lebanon selatan ke wilayah Israel.

Hezbollah, yang sejak awal konflik di Gaza telah terlibat baku tembak dengan Israel, mengonfirmasi pemilihan Sheikh Naim Kassem sebagai pemimpin baru mereka. Kassem menggantikan Hassan Nasrallah, yang tewas dalam serangan udara Israel bulan lalu.

“Kami akan melanjutkan perjuangan sesuai dengan kebijakan yang diwariskan,” ujar Kassem dalam sebuah pernyataan. Konflik antara Israel dan Hezbollah semakin memanas sejak serangan mendadak Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik sekitar 250 lainnya.

Sejak saat itu, Israel telah meningkatkan operasi militernya di Gaza yang menyebabkan lebih dari 43.000 warga Palestina tewas, menurut otoritas kesehatan setempat, dan sekitar 90% dari populasi Gaza yang berjumlah 2,3 juta telah kehilangan tempat tinggal mereka.

Pemerintah Amerika Serikat pun menyuarakan keprihatinan atas kejadian di Beit Lahiya, dengan menyebutnya sebagai “insiden yang mengerikan.” Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, menyatakan bahwa operasi Israel di Gaza selama setahun terakhir memang berhasil mencegah Hamas mengulangi serangan, namun itu dilakukan “dengan biaya besar bagi warga sipil.”

Pemerintah Israel berencana menggantikan UNRWA dengan organisasi bantuan lain yang dianggap lebih efisien dan tidak memiliki afiliasi dengan militan. “Pada akhirnya, kami akan memastikan adanya pengganti yang lebih efisien bagi UNRWA, bukan yang telah diinfeksi oleh organisasi teroris,” kata David Mencer, juru bicara pemerintah Israel.

UNRWA telah lama menjadi tulang punggung operasi bantuan di Gaza, menyediakan pendidikan, layanan kesehatan, dan bantuan darurat bagi jutaan pengungsi Palestina.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *