C&R TV — Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) setiap tahun selalu memunculkan perdebatan yang tajam antara pihak buruh dan pengusaha. Fenomena ini bagaikan pedang bermata dua: di satu sisi, kenaikan UMP diharapkan dapat melindungi daya beli masyarakat di tengah inflasi yang terus meningkat; di sisi lain, bagi pengusaha, biaya tenaga kerja yang semakin tinggi akan menambah beban operasional yang pada akhirnya bisa menggerus profitabilitas perusahaan, terutama di sektor industri padat karya.
Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mengalami beberapa perubahan signifikan dalam kebijakan UMP yang mempengaruhi seluruh lapisan masyarakat, baik pekerja maupun dunia usaha. Tahun 2021 menjadi pengecualian di mana untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade, UMP tidak mengalami kenaikan. Pandemi COVID-19 yang mengguncang perekonomian global memaksa banyak perusahaan untuk bertahan hidup dengan cara mengurangi pengeluaran, salah satunya dengan menahan kenaikan upah. Meski pandemi menjadi alasan utama, faktanya, pengaruhnya jauh lebih besar dari yang diperkirakan.
Namun, di luar tahun tersebut, perubahan kebijakan UMP terus berlanjut. Dalam rentang 2011 hingga 2025, UMP Indonesia hampir selalu mengalami kenaikan, meski sering kali dalam angka yang tidak konsisten. Pada 2013 misalnya, UMP naik hingga 18,3%, sedangkan di 2014 sebesar 17,44%. Namun, sejak 2017, angka kenaikan UMP cenderung menurun, dengan rata-rata hanya mencapai 10% pada 2023. Tahun 2024, pemerintah membatasi kenaikan UMP menjadi hanya 5%, dengan rata-rata kenaikan di seluruh provinsi tercatat sekitar 3,65%. Kini, untuk tahun 2025, pemerintah menetapkan rata-rata kenaikan UMP sebesar 6,5%.
Kebijakan tersebut, meskipun mungkin dianggap sebagai langkah positif untuk membantu pekerja, mendapat kritik keras dari kalangan pengusaha. Alih-alih menciptakan keseimbangan, kenaikan UMP ini justru dinilai lebih banyak memberikan dampak negatif, terutama bagi sektor-sektor yang sangat bergantung pada tenaga kerja manusia, seperti manufaktur, tekstil, dan sektor padat karya lainnya. Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), melalui ketua umumnya, Sinta W. Kamdani, menyoroti ketidakpastian yang muncul akibat perubahan rumus perhitungan UMP yang dilakukan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, rumus perhitungan yang berlaku sebelumnya lebih mencerminkan keseimbangan antara kebutuhan pekerja dan kemampuan pengusaha.