C&R TV Seorang pria bernama Ryan Wesley Ralph, 58 tahun, diduga merencanakan serangan terhadap mantan Presiden Donald Trump di dekat Trump International Golf Club, Florida, Senin 16 September 2024. Ralph, yang sebelumnya merupakan seorang kontraktor atap dari Greensboro, North Carolina, diketahui telah pindah ke Hawaii dan memiliki sejarah mendukung kandidat dan organisasi politik dari Partai Demokrat sejak 2019.
Ralph dilaporkan berada di lokasi dengan mengenakan rompi anti peluru, membawa senapan AK-47 lengkap dengan scope, dan membawa dua tas ransel serta kamera GoPro. Berdasarkan laporan otoritas, Ralph terlihat berada di balik pagar, sekitar 300 hingga 500 yard dari lokasi Trump saat itu. Seorang agen Secret Service yang sedang berada satu lubang di depan Trump di lapangan golf melihat senapan Ralph muncul dari balik pagar dan segera mengambil tindakan. Ralph kemudian melarikan diri menggunakan mobil, tetapi akhirnya berhasil ditangkap di wilayah tetangga.

Ryan Wesley Routh, tersangka upaya pembunuhan Donald Trump
Menurut catatan, Ralph sebelumnya adalah pendukung Trump pada tahun 2016, namun kemudian berubah sikap dan secara konsisten mendukung kandidat dari Partai Demokrat. Ia bahkan pernah memposting di media sosial bahwa kampanye Trump seharusnya dinamai “Make Americans Slaves Again.” Selain terlibat dalam politik domestik, Ralph juga aktif mendukung perjuangan Ukraina dalam perang melawan Rusia. Ia diwawancarai oleh Newsweek pada tahun 2022 dan menyatakan bahwa konflik tersebut merupakan perjuangan “antara yang baik melawan yang jahat.” Ralph bahkan bersedia untuk berperang dan mati di Ukraina, serta pernah bepergian ke sana pada 2023 untuk mencoba merekrut tentara Afghanistan guna ikut berperang.
Ryan Wesley Routh, tersangka upaya pembunuhan Donald Trump
Setelah penangkapannya, mantan Presiden Trump mengeluarkan pernyataan yang menegaskan tekadnya untuk tidak gentar menghadapi ancaman tersebut. “Niat saya semakin kuat setelah adanya percobaan serangan terhadap hidup saya. Saya tidak akan pernah melambat, saya tidak akan pernah menyerah,” kata Trump.
Presiden Joe Biden juga turut memberikan pernyataan, mengecam segala bentuk kekerasan politik. “Tidak ada tempat untuk kekerasan politik atau segala bentuk kekerasan di negara ini. Kami akan memastikan Secret Service memiliki segala sumber daya yang mereka butuhkan untuk melindungi mantan presiden,” ujar Biden.
Ryan Wesley Routh, tersangka upaya pembunuhan Donald Trump
Peristiwa ini memicu perdebatan terkait retorika politik yang semakin memperkeruh situasi. Para pengamat menyoroti bahwa retorika kampanye yang berlebihan dapat memicu kekerasan di antara pendukung. Seorang analis menyatakan, “Ketika retorika mengklaim bahwa kandidat tertentu adalah ancaman terbesar bagi demokrasi dalam sejarah Amerika, maka bukan hal yang mengejutkan jika ada orang yang bereaksi dengan senjata.”
Ryan Wesley Routh, tersangka upaya pembunuhan Donald Trump
Ia juga menambahkan bahwa fenomena penggunaan retorika berlebihan dalam kampanye politik serta sistem hukum telah menciptakan ketegangan di masyarakat. “Saya berdoa agar pemilu ini dapat segera terlaksana dan kita bisa kembali bersatu sebagai satu bangsa di bawah Tuhan, dengan kebebasan dan keadilan untuk semua,” ungkapnya.
Terlepas dari meningkatnya kekerasan politik, para pakar tetap optimistis bahwa konstitusi Amerika Serikat cukup kuat untuk menghadapi tantangan-tantangan ini, seperti yang telah terbukti selama masa kepresidenan Trump sebelumnya.