DEIR AL-BALAH, Gaza Strip — Dua serangan udara Israel di Jalur Gaza utara pada hari Selasa mengakibatkan sedikitnya 88 orang tewas, termasuk puluhan wanita dan anak-anak, menurut pejabat kesehatan setempat. Direktur rumah sakit setempat menyatakan bahwa banyak korban mengalami cedera mengancam jiwa yang tidak tertangani akibat penangkapan puluhan tenaga medis oleh pasukan Israel dalam sebuah penggerebekan yang terjadi pada akhir pekan lalu.
Israel telah meningkatkan serangan udara dan melancarkan operasi darat yang lebih besar di wilayah utara Gaza dalam beberapa minggu terakhir, dengan fokus untuk memberantas kelompok Hamas yang diduga telah berkumpul kembali setelah lebih dari setahun perang. Situasi ini menimbulkan keprihatinan mengenai kondisi kemanusiaan yang semakin memburuk bagi ratusan ribu warga Palestina yang masih berada di utara Gaza.
Kekhawatiran Kemanusiaan yang Mendalam
“Kegiatan kemanusiaan di Gaza, jika itu dihentikan, akan menjadi bencana dalam serangkaian bencana yang tidak dapat dibayangkan,” kata John Fowler, juru bicara UNRWA. Ia menjelaskan bahwa operasi bantuan lain yang dilakukan oleh badan PBB dan organisasi internasional lainnya sangat bergantung pada logistik dan ribuan pekerja UNRWA.
Legislator Israel pada hari Senin mengesahkan dua undang-undang yang memutus hubungan dengan UNRWA, badan PBB utama yang mendistribusikan makanan, air, dan obat-obatan. Ketidakjelasan tentang bagaimana UNRWA akan melanjutkan pekerjaannya di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki semakin menambah keprihatinan.
Kondisi Rumah Sakit yang Memprihatinkan
Serangan pertama di kota Beit Lahiya menewaskan sedikitnya 70 orang, dengan 23 lainnya dilaporkan hilang. Banyak korban adalah wanita dan anak-anak, termasuk seorang ibu dan lima anaknya serta seorang ibu lainnya yang tewas bersama enam anaknya dalam serangan terhadap sebuah gedung bertingkat lima. Serangan kedua di Beit Lahiya pada malam harinya menewaskan setidaknya 18 orang.
“Kondisi di rumah sakit sangat mengerikan dalam segala hal,” ungkap Dr. Hossam Abu Safiya, direktur Rumah Sakit Kamal Adwan. Ia menambahkan, “Sistem perawatan kesehatan telah runtuh dan memerlukan intervensi internasional yang mendesak.” Rumah sakit tersebut kini kewalahan oleh gelombang korban, banyak di antaranya memerlukan operasi darurat.
Dampak Militer yang Meluas
Sementara itu, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, menyebut insiden di Beit Lahiya sebagai “peristiwa mengerikan.” Ia menegaskan bahwa kampanye Israel yang berlangsung setahun melawan Hamas telah menimbulkan biaya yang besar bagi warga sipil.
Dalam pernyataannya, militer Israel mengaku sedang menyelidiki serangan pertama di Beit Lahiya. Namun, mereka tidak segera memberikan komentar mengenai serangan kedua. Sejak awal operasi, ratusan orang telah tewas, dan puluhan ribu terpaksa meninggalkan rumah mereka. Meskipun Israel mengklaim melakukan serangan yang tepat sasaran untuk menargetkan militan Palestina, banyak serangan yang malah menewaskan wanita dan anak-anak.
Perkembangan di Lebanon
Di sisi lain, di Lebanon, kelompok militan Hezbollah telah mengumumkan Sheikh Naim Kassem sebagai pemimpin baru mereka setelah kematian Hassan Nasrallah. Kassem, yang telah menjabat sebagai wakil pemimpin selama lebih dari tiga dekade, berjanji untuk melanjutkan perjuangan melawan Israel. Ia menyatakan dalam sebuah pidato, “Kami akan terus berjuang hingga kemenangan dicapai.”
Serangan roket yang diluncurkan oleh Hezbollah ke wilayah utara Israel juga dilaporkan telah menyebabkan satu orang tewas di kota Maalot-Tarshiha. Serangan Israel di kota pesisir Sidon dilaporkan menewaskan sedikitnya lima orang, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon.
Masa Depan Bantuan Kemanusiaan
Banyak lembaga PBB mengungkapkan kemarahan terhadap keputusan parlemen Israel untuk memutuskan hubungan dengan UNRWA. “UNRWA adalah tulang punggung kegiatan bantuan di Gaza dan daerah Palestina lainnya,” kata Fowler, menekankan pentingnya lembaga tersebut bagi jutaan pengungsi Palestina yang tergantung pada bantuan kemanusiaan.
Israel berjanji bahwa bantuan akan terus mengalir ke Gaza, meskipun ada kekhawatiran mengenai efisiensi distribusi bantuan tanpa kehadiran UNRWA. Sementara itu, komunitas internasional terus mengingatkan bahwa kegagalan dalam meningkatkan akses kemanusiaan dapat berdampak pada bantuan militer yang diberikan kepada Israel.
Dengan situasi yang semakin memprihatinkan, perhatian dunia internasional semakin berfokus pada dampak dari konflik ini terhadap populasi sipil yang sangat terdampak, di mana sekitar 90% dari 2,3 juta penduduk Gaza telah dipaksa mengungsi dari rumah mereka, seringkali beberapa kali.