Viral di Media Sosial: Tagar ‘Peringatan Darurat’ Sebagai Bentuk Kekecewaan Terhadap DPR

Viral di Media Sosial: Tagar 'Peringatan Darurat' Sebagai Bentuk Kekecewaan Terhadap DPR
Viral di Media Sosial: Tagar 'Peringatan Darurat' Sebagai Bentuk Kekecewaan Terhadap DPR

C&R TV – Sebagai respons terhadap penolakan DPR terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait RUU Pilkada, gerakan “Peringatan Darurat” telah menjadi viral di media sosial. Berdasarkan pantauan dari Monash Data and Democracy Research Hub, tagar ini menjadi topik trending di X antara tanggal 19 hingga 22 Agustus. Gambar lambang Garuda berlatar biru dengan tulisan “Peringatan Darurat” diunggah secara masal oleh pengguna media sosial sebagai bentuk protes terhadap DPR.

Gerakan ini muncul setelah DPR memutuskan untuk menolak putusan MK mengenai batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur. DPR memilih untuk mengadopsi putusan Mahkamah Agung yang menetapkan batas usia calon gubernur dan wakil gubernur ditentukan saat pelantikan. “Kami menilai keputusan DPR ini sangat bertentangan dengan putusan MK yang seharusnya mengatur batas usia calon,” kata seorang analis politik.

Bacaan Lainnya

Selain itu, DPR juga mengubah syarat ambang batas pencalonan Pilkada, yang hanya berlaku untuk partai tanpa kursi di DPRD. Partai yang memiliki kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20% kursi DPRD atau 25% suara Pemilu sebelumnya. “Perubahan ini jelas menunjukkan adanya kepentingan politik tertentu yang mempengaruhi keputusan DPR,” ujar seorang jurnalis politik.

Sejumlah publik figur dan politisi juga turut serta dalam gerakan ini. Komedian Panji Pragiwaksono, bintang film Ernest Prakasa, dan sutradara Joko Anwar, di antara banyak lainnya, memposting gambar peringatan darurat di akun Instagram mereka. Politisi yang baru keluar dari Partai Golkar juga ikut memasang gambar serupa sebagai bentuk dukungan.

Tagar lain seperti “Kawal Putusan MK” juga merajai percakapan di media sosial. Pada 21 Agustus pukul 18.00, tagar ini telah digunakan oleh lebih dari 126.000 pengguna. “Gerakan ini adalah bentuk nyata dari ketidakpuasan publik terhadap keputusan yang dianggap tidak adil dan tidak transparan,” tambah seorang pengamat media sosial.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *