C&R TV — Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan seluruh jajaran Kementerian Keuangan untuk melakukan evaluasi menyeluruh terkait kebocoran data 6 juta wajib pajak yang tersebar di internet. Dalam kebocoran tersebut, termasuk data milik Presiden Joko Widodo.
“Saya sudah minta Pak Dirjen Pajak dan seluruh pihak di Kemenkeu untuk melakukan evaluasi terhadap persoalannya. Nanti akan disampaikan penjelasannya ya oleh Pak Dirjen Pajak dan tim IT-nya,” kata Sri Mulyani pada Kamis (19/9/2024).
Sebelumnya, seorang peretas bernama Bjorka mengklaim telah berhasil meretas sekitar 6 juta data wajib pajak yang kemudian diperjualbelikan dengan harga sekitar Rp150 juta. Kebocoran data ini bukanlah aksi pertama Bjorka. Pada Juli 2023, Bjorka juga pernah membocorkan 34,9 juta data paspor warga Indonesia. Selain itu, pada 12 Maret di tahun yang sama, ia juga mengambil data peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Tidak hanya itu, Bjorka juga tercatat pernah melakukan pencurian data 105 juta calon pemilih di Indonesia yang dikelola oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada September 2022. Peretas ini bahkan mengaku menguasai data surat-menyurat Presiden Joko Widodo, yang salah satunya diklaim diambil dari Badan Intelijen Negara (BIN) pada bulan yang sama.
Menanggapi insiden ini, Sri Mulyani menegaskan pentingnya evaluasi dan perbaikan sistem keamanan data di lingkungan DJP dan Kementerian Keuangan. Dirjen Pajak beserta tim IT diharapkan dapat segera memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kronologi kejadian dan langkah-langkah yang akan diambil untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.
Sementara itu, kasus kebocoran data oleh Bjorka telah menjadi perhatian publik karena melibatkan data pribadi dari berbagai institusi negara. Pemerintah diharapkan dapat mengambil tindakan tegas untuk memastikan keamanan data dan melindungi privasi warga negara.