C&R TV – Amerika Serikat (AS) menghadapi ancaman resesi setelah indikator ekonomi negara tersebut menunjukkan penurunan signifikan. Kemungkinan terjadinya resesi di AS semakin besar setelah indikator resesi Syam mencatatkan kenaikan. Indikator ini menunjukkan probabilitas resesi ketika rata-rata tingkat pengangguran dalam tiga bulan terakhir dikurangi dengan tingkat pengangguran terendah dalam setahun terakhir mencapai 0,5 poin persentase. Pada Juli 2024, indikator ini menunjukkan angka 0,53 poin persentase, yang mengindikasikan potensi resesi.
Resesi ekonomi di AS bisa berdampak luas pada perekonomian global, termasuk Indonesia. Menurut Direktur Eksekutif Center of Economic and Studies (CELIOS), Bima Yudistira, resesi di AS dapat membuat kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) menjadi lebih sulit diprediksi. Ketidakpastian ini akan menambah tekanan pada nilai tukar Rupiah karena investor mungkin akan lebih berhati-hati dan memilih untuk menginvestasikan dananya ke aset yang lebih aman seperti emas atau dolar AS.
Dampak pada Ekspor Indonesia
Resesi ekonomi di AS juga berpotensi mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia. Meskipun porsi ekspor terbesar Indonesia adalah ke China, banyak produk China yang pada akhirnya diekspor ke AS. Melemahnya ekonomi AS bisa mengurangi permintaan ekspor dari China, yang pada gilirannya akan berdampak pada ekspor Indonesia.
Pengaruh pada Investasi Surat Utang
Selain itu, resesi di AS juga dapat mempengaruhi daya tarik investasi pada surat utang pemerintah Indonesia. Meski porsi asing dalam surat berharga negara (SBN) mulai berkurang, pemerintah masih membutuhkan aliran modal dari luar negeri. Jika minat investor terhadap surat utang pemerintah menurun, upaya untuk menutup defisit APBN 2024 dan membayar utang jatuh tempo pada 2025 akan semakin sulit. Pemerintah mungkin terpaksa menaikkan imbal hasil surat utang untuk menarik investor.
Potensi Keuntungan bagi Pasar Keuangan Domestik
Namun, tidak semua dampak dari resesi AS bersifat negatif. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu, menjelaskan bahwa ancaman resesi AS berpotensi menciptakan keuntungan bagi Indonesia, terutama di pasar keuangan domestik. Jika The Fed mempercepat penurunan suku bunga acuannya untuk menghindari resesi yang lebih parah, tekanan di pasar uang negara berkembang, termasuk Indonesia, bisa mereda. Hal ini akan membuat tingkat suku bunga acuan dan imbal hasil pasar uang Indonesia menjadi lebih menarik, sehingga mendorong aliran modal asing masuk.