C&R TV – Jusuf Hamka, seorang tokoh yang dikenal karena dedikasinya terhadap pembangunan bangsa, memulai karir politiknya di Partai Golkar dengan visi besar. Sejak awal keterlibatannya, Hamka menunjukkan komitmen kuat dalam mengangkat partai yang telah lama menjadi rumah politiknya. Loyalitasnya kepada Golkar tidak diragukan lagi, bahkan ketika partai mengalami berbagai tantangan dan perubahan.
Di bawah kepemimpinan Airlangga Hartarto, Partai Golkar mengalami peningkatan signifikan, terutama dalam hal perolehan kursi di DPR yang meningkat dari 85 menjadi 102 kursi. Hamka, dalam salah satu pernyataannya, mengakui bahwa di bawah Airlangga, Golkar telah membuat banyak kemajuan. “Kita harus akui, di bawah kepemimpinan Pak Airlangga, Golkar telah mencapai banyak kemajuan,” ujarnya.
Namun, seiring berjalannya waktu, Hamka merasakan bahwa ruang bagi dirinya untuk berkontribusi semakin sempit. Keadaan politik yang terus berubah membuatnya mempertimbangkan ulang perannya dalam partai. “Politik saat ini jauh berbeda dari zaman dulu. Dulu ada rasa malu, tapi sekarang, rasanya sudah tidak ada malu lagi,” ungkap Hamka dengan nada kecewa. Kekecewaan ini, ditambah dengan dinamika internal partai yang semakin kompleks, akhirnya mendorongnya untuk mengambil keputusan mundur.
Keputusan Hamka untuk mundur bukanlah hal yang mudah. Ia mempertimbangkan berbagai aspek sebelum akhirnya memilih untuk melepaskan jabatannya. Pengunduran diri ini menandai akhir dari perjalanan panjangnya di Partai Golkar, sebuah keputusan yang mencerminkan pergeseran dalam lanskap politik Indonesia dan pandangan pribadi Hamka terhadap masa depan politiknya.