C&R TV Jakarta – Indonesia mengalami deflasi untuk empat bulan berturut-turut dari Mei hingga Agustus 2024. Pada Agustus, deflasi tercatat sebesar 0,03% secara bulanan, sementara inflasi tahunan mencapai 2,12%. Deflasi pada bulan ini lebih rendah dibandingkan bulan Juli dan merupakan deflasi keempat pada tahun ini.
Pudji Ismartini, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik, menjelaskan bahwa deflasi ini terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas pangan. “Andil deflasi selama empat bulan ini dominan karena turunnya harga komoditas pangan,” ungkap Pudji. Dia juga menambahkan bahwa masyarakat tampaknya menahan belanja non-makanan untuk menjaga daya beli mereka.
Bhima Yudhistira dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) menyatakan bahwa deflasi yang terus-menerus bukanlah sinyal positif bagi negara berkembang yang sedang melalui fase bonus demografi. “Deflasi berturut-turut mengindikasikan permasalahan dalam konsumsi rumah tangga. Jika deflasi berlanjut, pertumbuhan ekonomi akan sulit mencapai angka 5%,” katanya.
Kementerian Keuangan juga mencatat bahwa deflasi selama empat bulan ini mengindikasikan perlunya perhatian terhadap konsumsi rumah tangga. Pemerintah diharapkan menunda kebijakan yang dapat melemahkan permintaan, termasuk tarif PPN 12%. Selain itu, perlu ada insentif kebijakan untuk mendorong sektor padat karya agar dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan menciptakan lebih banyak kesempatan kerja.
Pantauan di Pasar Palmerah Jakarta Barat menunjukkan bahwa komoditas utama penyumbang deflasi termasuk bawang merah, daging ayam ras, tomat, dan telur ayam. Harga bawang merah, misalnya, telah turun dari Rp60.000 menjadi Rp30.000 per kilogram setelah Lebaran.
Ke depan, pergerakan harga komoditas akan terus dipantau untuk melihat apakah akan terjadi peningkatan atau penurunan lebih lanjut di bulan September.