Mengapa LHKPN Penting?
LHKPN seharusnya menjadi salah satu instrumen utama untuk mencegah korupsi. Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, KPK menggunakan LHKPN untuk memeriksa indikasi suap atau gratifikasi yang mungkin tersembunyi di balik laporan harta kekayaan pejabat publik. Data ini juga menjadi alat akuntabilitas pejabat kepada masyarakat.
Namun, fungsi ini terancam kehilangan relevansinya jika pengisian LHKPN dilakukan asal-asalan. Seperti yang diungkap Nawawi, banyak pejabat yang memandang LHKPN hanya sebagai formalitas untuk menggugurkan kewajiban. Ini adalah cermin dari lemahnya integritas dan komitmen para pejabat terhadap pemberantasan korupsi.
Lemahnya Konsekuensi Hukum
Masalah lain yang memperparah situasi ini adalah ketiadaan sanksi hukum bagi pejabat yang tidak melaporkan atau memberikan laporan yang tidak akurat. Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM), Zainurrahman, menyebut bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme tidak memberikan konsekuensi hukum bagi pelanggaran LHKPN.
“Sayangnya, tidak ada sanksi bagi yang tidak melapor atau yang melapor tapi laporannya tidak benar,” ujar Zainurrahman. Hal ini membuat LHKPN kehilangan taji sebagai instrumen pemberantasan korupsi. Bahkan, kasus mantan pejabat Ditjen Pajak, Rafael Alun Trisambodo, yang menjadi tersangka korupsi usai pemeriksaan LHKPN-nya, hanyalah segelintir dari contoh yang berhasil diungkap.