C&R TV — Pada peperangan modern, di mana teknologi berbaur dengan strategi, Israel berdiri di garis depan, dipuji oleh banyak orang karena pendekatannya yang inovatif. Namun, semakin banyak suara di seluruh dunia yang mempertanyakan keselamatan dari perang yang didorong oleh teknologi ini, terutama setelah insiden baru-baru ini yang membuat banyak orang di Timur Tengah terkejut. Pertanyaannya muncul: jika taktik Israel dirayakan dan diadopsi di seluruh dunia, apakah kita semua benar-benar selamat?
Bentuk Perang Baru
Dalam tampilan mengejutkan dari perang siber, ratusan pager, walkie-talkie, dan radio dua arah yang penting untuk komunikasi Hezbollah, diledakkan dari jarak jauh di Lebanon dan Suriah. Israel diyakini berada di balik operasi ini, yang tidak hanya mengakibatkan kematian dan luka parah, tetapi juga menimbulkan kekacauan di kalangan warga sipil biasa. Serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya ini dilaporkan dipicu oleh peringatan pimpinan Hezbollah agar anggotanya menghindari penggunaan telepon seluler karena takut akan pengawasan Israel.
Dampak dari tindakan semacam ini sangat luas. Mantan Direktur CIA, Leon Panetta, menyebut serangan pager ini sebagai bentuk terorisme, menyoroti potensi menakutkan dari menyisipkan bahan peledak di perangkat komunikasi yang banyak digunakan. Ia memperingatkan bahwa taktik ini mewakili medan perang masa depan di mana teknologi memainkan peran utama, sebuah domain yang harus segera ditangani oleh negara-negara.
Historis
Pendekatan Israel terhadap teknologi dalam perang bukanlah hal baru. Jika kita melihat ke belakang ke tahun 1972, kita menemukan taktik serupa ketika bahan peledak disembunyikan dalam telepon darat yang digunakan oleh seorang perwakilan Palestina di Paris, yang mengakibatkan pembunuhannya. Jika kita melangkah maju ke tahun 1996, pemimpin militer Hamas mengalami nasib serupa, telepon selulernya disisipkan bahan peledak. Pola ini menunjukkan preseden yang mengerikan; seiring perkembangan teknologi, semakin canggih pula metode perang yang digunakan.
Baru-baru ini, muncul klaim terkait pembunuhan seorang mantan pemimpin Hamas, yang mengklaim bahwa rudal pandu yang membunuhnya telah melacak telepon selulernya. Insiden-insiden ini menggambarkan narasi berkelanjutan dari serangan terarah yang difasilitasi oleh kemajuan teknologi, yang mengangkat pertanyaan etis yang mengkhawatirkan tentang penggunaan metode semacam ini.
Perusahaan Teknologi
Penting untuk dicatat bahwa keterlibatan perusahaan teknologi merupakan bagian integral dari narasi perang siber ini. Spyware Pegasus yang terkenal, yang dikembangkan oleh perusahaan Israel NSO Group, adalah contoh nyata dari tren ini. Perangkat lunak pengawasan canggih ini dapat dipasang secara diam-diam di perangkat seluler, memungkinkan pemerintah mengumpulkan intelijen tentang berbagai target, mulai dari jurnalis hingga politikus oposisi. Meskipun terjebak dalam kontroversi global, NSO Group terus berkembang, dengan spywarenya digunakan di lebih dari 40 negara, membantu rezim otoriter dalam usaha menekan perbedaan pendapat.
Unit militer Israel, 8200, yang terdiri dari spesialis teknologi elite, telah memainkan peran penting dalam evolusi perang siber. Grup ini memanfaatkan big data dan kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan operasi militer, menunjukkan sinergi antara tujuan militer dan inovasi teknologi.
AI dan Sistem Penargetan
Kemajuan terbaru mengungkapkan persimpangan yang mengganggu antara AI dan pengawasan massal dalam strategi militer Israel. Laporan dari Gaza merinci penggunaan sistem yang disebut Lavender, di mana tentara memasukkan data yang dikumpulkan melalui pengawasan ekstensif untuk menilai kemungkinan individu menjadi militan. Proses ini menghasilkan identifikasi mengejutkan hampir 40.000 target dalam hanya satu minggu pertama konflik.
Lebih jauh lagi, sistem lain yang disebut “Where’s Daddy” memberi tahu tentara ketika target yang ditentukan memasuki rumah mereka, yang kemudian mengarah pada pengeboman yang sering kali mengakibatkan korban sipil. Kombinasi menakutkan antara analisis data dan kekuatan militer ini menggambarkan kemampuan mengerikan dari perang modern, di mana algoritma menentukan keputusan hidup dan mati.
Kekhawatiran
Dampak dari perang siber semacam ini melampaui tujuan militer langsung, dan menimbulkan pertanyaan etis yang mendalam. Perusahaan teknologi, termasuk raksasa seperti Amazon, Microsoft, dan Google, terjalin dengan operasi militer Israel, sering kali dianggap menyediakan pemasaran terbaik untuk layanan mereka dengan mengamankan kontrak dengan militer. Kemitraan ini telah menimbulkan tuduhan bahwa Palestina yang diduduki berfungsi sebagai laboratorium untuk pengujian militer, di mana kehidupan sipil terjebak dalam silang sengketa eksperimen teknologi.
Saat debu mereda dari serangan pager, warga sipil di Lebanon dan Suriah harus menghadapi kenyataan keselamatan yang terkompromikan. Laporan menunjukkan bahwa semakin banyak orang yang merasa khawatir, yang kini mempertanyakan apakah telepon dan perangkat komunikasi mereka bisa dijadikan senjata melawan mereka. Kecemasan yang meluas ini menekankan perlunya dialog global yang mendesak tentang implikasi etis dari teknologi semacam itu dan tanggung jawab perusahaan teknologi di era baru peperangan ini.
Seruan untuk Refleksi
Strategi perang siber Israel, yang dicirikan oleh penggunaan teknologi yang inovatif namun menakutkan, telah menetapkan preseden baru dalam taktik militer. Saat negara-negara di seluruh dunia melihat Israel sebagai model untuk keamanan, sangat penting untuk mempertimbangkan implikasi yang lebih luas dari taktik semacam itu terhadap keselamatan sipil dan hak asasi manusia. Pertanyaan tetap ada: saat kita mengadopsi kemajuan ini, apakah kita semua benar-benar aman? Jawabannya mungkin tidak hanya terletak pada inovasi teknologi, tetapi pada kerangka etis yang mengatur penggunaannya. Masa depan peperangan memang telah tiba, dan hal ini memanggil kita untuk merenungkan biaya kemajuan dalam hal kehidupan manusia.
(C&R – Nugrahaivan)
Sumber:
“Israel’s Cyberwarfare Tactics: A Form of Terrorism?” The New York Times.
“Israel’s Cyber Warfare: The New Front in Military Strategy.” NPR.
“How Israel Became a World Leader in Cyber Warfare.” Wired.
“Israel’s Secret Cyberwarfare Program Exposed.” Haaretz.
“The High-Tech Spyware That’s Spying on You.” The New Yorker.
“Cyber Security and Warfare: A New Age of Conflict.” Journal of Strategic Studies.