UMP Naik, Pajak Melonjak: Mampukah Pekerja Bertahan di 2025?

UMP Naik, Pajak Melonjak: Mampukah Pekerja Bertahan di 2025?
UMP Naik, Pajak Melonjak: Mampukah Pekerja Bertahan di 2025?

C&R TV – Pemerintah telah menetapkan kebijakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5% pada tahun 2025. Langkah ini bertujuan untuk menjaga daya beli pekerja sekaligus daya saing usaha di tengah tekanan ekonomi global. Namun, kebijakan tersebut menuai berbagai tantangan besar karena bersamaan dengan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dan pemberlakuan berbagai pungutan baru.

Kenaikan UMP di Tengah Pungutan Baru

Kenaikan UMP pada 2025 diproyeksikan memberikan manfaat bagi pekerja, tetapi dampaknya dipertanyakan karena diiringi dengan sejumlah beban baru. Beberapa di antaranya adalah iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) sebesar 3% dari gaji, cukai baru, asuransi wajib kendaraan, pembatasan subsidi bahan bakar minyak (BBM), dan kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Beban ini dikhawatirkan akan menggerus manfaat kenaikan UMP bagi pekerja.

Bacaan Lainnya

Menurut analisis tim Litbang Media Indonesia, kebijakan tersebut berpotensi meningkatkan inflasi yang dapat memengaruhi stabilitas harga barang dan jasa di pasar. Hal ini akan menekan perekonomian masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah. “Daya beli pekerja sulit terwujud jika tujuan kenaikan UMP adalah mendorong konsumsi, karena nilainya seharusnya lebih tinggi, yakni berkisar 8,7% hingga 10%,” ujar tim analis.

Dampak pada Konsumsi Rumah Tangga

Tren konsumsi rumah tangga dalam beberapa tahun terakhir juga menunjukkan perlambatan. Pada 2023, meskipun UMP naik hingga 10%, pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya mencapai 4,82%. Kondisi ini mengindikasikan bahwa kenaikan UMP yang terlalu kecil tidak mampu mengimbangi kebutuhan konsumsi masyarakat yang terus meningkat, terutama akibat lonjakan pengeluaran karena pungutan baru.

Lebih lanjut, para analis mencatat bahwa pertumbuhan konsumsi yang signifikan hanya terjadi pada momen musiman seperti Ramadan dan Idulfitri. Kenaikan UMP yang ditetapkan sebagai yang terkecil dalam lebih dari satu dekade ini menimbulkan kekhawatiran apakah mampu memperbaiki kesejahteraan pekerja tanpa kebijakan pendukung yang lebih substansial.

Ancaman terhadap Kesejahteraan

Dengan kenaikan PPN menjadi 12% dan berbagai pungutan baru lainnya, pekerja dan masyarakat umum diperkirakan menghadapi tantangan besar dalam menjaga daya beli. Tanpa langkah kebijakan yang komprehensif untuk mengurangi beban pengeluaran, kesejahteraan pekerja bisa terancam.

Kombinasi antara kenaikan UMP yang relatif kecil dan tingginya pungutan baru menimbulkan risiko ganda: daya beli pekerja yang semakin tergerus dan tekanan ekonomi yang semakin berat bagi masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah. Untuk itu, diperlukan kebijakan pendukung yang lebih kuat agar tujuan peningkatan kesejahteraan dapat tercapai.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *